Naskah drama bahasa indonesia shintania
THE BEST BROTHER
Terik panas matahari sangat menyengat kulit. Kurasakan dahaga yg luar biasa menyerang batang tenggorokanku. Untung saja, segelas jus jeruk buatan istriku menjadi obat penawarnya. Perkenalkan, namaku Anton dan istriku yang bernama Karina. Kami di karuniai 2 orang anak yang tampan dan cantik, mereka bernama Mico&Cristhin. Aku adalah seorang Dokter Mata di Rumah Sakit yang bisa dibilang cukup elit tepatnya di tengah kota Surabaya. Dan rumahku sendiri letaknya di daerah kota Surabaya bagian barat. Langsung saja, aku akan menceritakan kisah kehidupanku. Dulu, aku mempunyai seorang kakak yang bernama Andi, ia satu tahun lebih tua dariku. Ayah kami meninggal saat aku berumur 6 tahun dikarenakan serangan jantung dan disusul oleh ibuku saat aku berumur 16 tahun. Saat itulah aku dan kakakku hanya tinggal berdua di rumah peninggalan orang tua kami dan menjalani hidup serba kekurangan. Inilah kisahku . . .
18 TAHUN YANG LALU
Suara ayam berkokok milik tetangga sudah tak asing lagi ditelingaku. Aku langsung bergegas bangun dan berebut kamar mandi dengan kakakku Andi. Seperti biasa, ia selalu menang dalam hal ini.
Anton : “Kak, mandinya jangan lama-lama, nanti kita telat lagi kayak kemarin!”(teriakku)
Andi : “Ya, sebentar. Dikit lagi!”
Andi : “Ya, sebentar. Dikit lagi!”
Setelah beberapa menit prepare, kami langsung berangkat sekolah bersama-sama dengan jalan kaki. Sekolah kami memang sama dan lumayan dekat dari rumah, jadi setiap hari kita selalu berangkat sama-sama.
“Kring...Kring...Kring”(bel masuk berbunyi)
Andi : “Bel tuh, masuk dulu sana!”
Anton : “iya tau! Memangnya kakak nggak masuk?”
Andi : “Nanti aja, kakak lagi nunggu temen!”
Andi : “Bel tuh, masuk dulu sana!”
Anton : “iya tau! Memangnya kakak nggak masuk?”
Andi : “Nanti aja, kakak lagi nunggu temen!”
Tanpa berfikir lama aku langsung masuk kelasku yang letaknya tak jauh dari kelas kakakku. Saat ini aku duduk di kelas 2 SMA dan kakakku duduk di kelas 3 SMA. Beberapa mata pelajaran sudah terlewat sebentar lagi bel istirahat berbunyi, saat itulah yang aku nanti-nantikan karena dari tadi cacing diperutku sudah sangat memberontak.
“Kring...Kring...Kring” (bel istirahat berbunyi). Segera aku menuju kantin yang bagiku merupakan ruang medical untuk mengobati pemberontakan cacing-cacing yang ada diperut ini. Semangkuk mie ayam dan segelas teh dingin menu biasa yang aku pesan. Selanjutnya, mencari jarum di tumpukan jerami maksutku adalah mencari tempat duduk yang amat teramat sulit dikarenakan ramainya ruang kantin ini.
Anton : “Sial! Duduk dimana ini? Ramai sekali kantinnya.” (ujarku dalam hati)
Tak lama kemudian, aku melihat kakakku yang duduk sendirian di tempat duduk pojok. Terlintas difikiranku untuk menhampirinya dan makan bersamanya walaupun biasanya aku tidak pernah makan dikantin dengannya. Tetapi apa boleh buat? Ruangan ini sangat penuh dengan muatan.
Anton : “Woey kak, sendirian aja nih?” (tegurku menggoda)
Andi : “Sial! Ngagetin aja loe, ngapain disini?” (nada meninggi)
Anton : “Ya makan lah, gue duduk disini ya! Penuh banget ruangannya.” (sambil narik kursi)
Andi : “Jangan.. Jangan.. !!!”
Anton : “Eh kenapa?”
Andi : “Kursi ini buat temen gue, udah loe makan dikelas aja sana!”
Anton : “Sial gue diusir! (sambil berjalan membelakangi kakakku dan menuju ke kelas)”
Andi : “Sial! Ngagetin aja loe, ngapain disini?” (nada meninggi)
Anton : “Ya makan lah, gue duduk disini ya! Penuh banget ruangannya.” (sambil narik kursi)
Andi : “Jangan.. Jangan.. !!!”
Anton : “Eh kenapa?”
Andi : “Kursi ini buat temen gue, udah loe makan dikelas aja sana!”
Anton : “Sial gue diusir! (sambil berjalan membelakangi kakakku dan menuju ke kelas)”
Saat aku jalan menuju kelas, sedotan di gelas teh yang sedang aku bawa tertiup angin dan jatuh ke lantai. Serentak mata ku melakukan gaya refleknya untuk memandangi sedotan yang terjatuh tersebut. Tanpa melihat kedepan dan“Bbbrrruuaaakkkkkk” aku menabrak siswi kelas 3 SMA yang sepertinya ia adalah teman sekelas kakakku. Baju seragamnya basah akibat ulahku.
Anton : “Eh sorry...sorry gue gasengaja.” (sambil ngeliat nama dada yg bertuliskanKarina)
Karina : “Eh loe kalo jalan pake mata dong! Basah nih baju gue” (sambil marah-marah)
Anton : “Ya sorry gue bener-bener gasengaja. Gue jalannya juga pake mata kali’ masak pakek kaki!” (bercandaku)
Karina : “iihh! Dasar cowok sinting!” (berlari ke arah kantin dengan muka yg masih marah)
Karina : “Eh loe kalo jalan pake mata dong! Basah nih baju gue” (sambil marah-marah)
Anton : “Ya sorry gue bener-bener gasengaja. Gue jalannya juga pake mata kali’ masak pakek kaki!” (bercandaku)
Karina : “iihh! Dasar cowok sinting!” (berlari ke arah kantin dengan muka yg masih marah)
Masa Bodoh, aku langsung bergegas ke kelas untuk menyantap makanan yang telah lama menganggur ini. Setelah menyantap makanan tadi, perutku terasa penuh dan badanku bertenaga kembali. Beberapa mata pelajaran aku lalui seperti biasanya. “Kring... Kring... Kring”(bel pulang berbunyi). Ahhh lega rasanya, segera aku bergegas menuju keluar pagar dan melihat kak Andi sedang berdiri di depan pagar. Mungkin ia sedang menungguku seperti biasanya aku menghampiri dan mengageti. Hehe memang sudah kebiasaan ku seperti itu.
Anton : “Woey kak, lagi nunggu gue ya?”
Andi : “Ah sial! Ngagetin mulu’. Enggak, gue lagi nunggu temen. Loe pulang sendiri aja ya!”
Anton : “Hm temen lagi, temen lagi. Jadi, pulang sendiri kan gue.”
Andi : “Ah sial! Ngagetin mulu’. Enggak, gue lagi nunggu temen. Loe pulang sendiri aja ya!”
Anton : “Hm temen lagi, temen lagi. Jadi, pulang sendiri kan gue.”
Tak seperti biasanya kak Andi seperti ini. Aku mulai penasaran dengan teman spesialnya itu. Aku yakin dia pasti ceweknya kak Andi. Kalau tidak, nggak mungkin kak Andi seperti ini. Yah, wajar lah kalau memang kak Andi sudah punya pacar. Dia kan sudah cukup dewasa untuk berpacaran.
Hari Berikutnya . . .
Suara ayam tetangga yg merupakan alarm bagiku sudah berbunyi dari tadi. Hari ini, kak andi terpaksa tidak sekolah karena harus pergi kerumah ketua RT untuk mengatur dan mengambil beberapa barang buat persiapan tahlilan ibu ke 40harinya. Ya, ibuku memang sudah meninggal 40 hari yg lalu. Aku tidak akan membahasnya. Setelah prepare, aku langsung berangkat sekolah seperti biasanya, dan sepertinya aku sudah kesiangan. Hm, perkiraan memang cukup kuat, setelah aku sampai ternyata pagar sekolah sudah tertutup dan terkunci dengan gembok besinya.
Anton : “Pak, tolong bukain, aku kan cuma telat 5 menit pak!” (teriakku kpd pak satpam)
Satpam : “Kamu lagi, kamu lagi ton. Sudah 4 kali ini kamu telat.”
Anton : “Hari ini terakhir deh pak. Besok-besok nggak lagi kok” (rayuku)
Satpam: “Ah sudah pulang saja kamu!” (bentaknya)
Anton : “Tapi hari ini aku ujian kimia pak, ayolah pak tolong bukakan pagarnya!”
Satpam : “Tidak, ini sudah kesekian kalinya kamu telat!”
Anton : “Bapak kok tega sih sama saya, apa bapak gak bisa bayangin kalo anak bapak berada di posisi saya. Saat dia kesiangan lalu terlambat dan gagal ikut ujian. Bagaimana perasaan bapak?”
Satpam : “Hm, baiklah . Hari ini saya akan izinkan kamu masuk, tetapi jika besoknya kamu ulang lagi saya tidak akan beri kamu kesempatan” (tegasnya)
Anton : “Yes”(ujarku dalam hati) Baiklah pak terimakasih !
Satpam : “Kamu lagi, kamu lagi ton. Sudah 4 kali ini kamu telat.”
Anton : “Hari ini terakhir deh pak. Besok-besok nggak lagi kok” (rayuku)
Satpam: “Ah sudah pulang saja kamu!” (bentaknya)
Anton : “Tapi hari ini aku ujian kimia pak, ayolah pak tolong bukakan pagarnya!”
Satpam : “Tidak, ini sudah kesekian kalinya kamu telat!”
Anton : “Bapak kok tega sih sama saya, apa bapak gak bisa bayangin kalo anak bapak berada di posisi saya. Saat dia kesiangan lalu terlambat dan gagal ikut ujian. Bagaimana perasaan bapak?”
Satpam : “Hm, baiklah . Hari ini saya akan izinkan kamu masuk, tetapi jika besoknya kamu ulang lagi saya tidak akan beri kamu kesempatan” (tegasnya)
Anton : “Yes”(ujarku dalam hati) Baiklah pak terimakasih !
Aku berbohong kepada satpam sekolah tentang ujian kimia ku hari ini, dan sebenarnya ujian kimia tersebut masih akan dilaksanakan besok. Aku terpaksa melakukan semua ini agar nilai rapot ku terbebas dari kata alfa dalam daftar absennya. Syukurlah rayuan mautku berhasil dan ampuh kepada pak satpam sekolah. Aku langsung bergegas menuju lorong kelasku dan melewati beberapa kelas yang salah satunya adalah kelas kakakku. Tetapi, aku melihat seorang siswi sedang duduk dan membaca buku didepan ruang kelas kak andi. Padahal sekarang kan jam pelajaran? Dan sepertinya dia adalah siswi yang aku tabrak kemarin. Ini kesempatanku untuk meminta maaf dan berkenalan dengannya.
Anton : “Hey, loe cewek yg gue tabrak kemarin kan?” (ujarku sok dgn akrab)
Karina : “Loe lagi, loe lagi”
Anton : “Hehe, maafin gue ya gue gasengaja soal kemarin”
Karina : “Oke, gpp nyantai aja” (jawabnya santai)
Anton : “Trus, ngpain loe disini? Sekarang kan jam pelajaran?”
Karina : “Gue disuruh keluar, gara-gara gue tadi telat masuk kelas”
Anton : “Oh gitu! kayaknya kalo gue masuk kelas pasti disuruh keluar deh, soalnya kan gue telat juga.” (jawabku menghibur)
Karina : “Pastinya lah, temenin gue aja disini ton!”
Anton : “Eh loe kok tau nama gue, kita kan belum kenalan?” (jawabku bingung)
Karina : “loe adiknya Andi kan? Andi sering cerita kok tentang loe”
Anton : “Eh iya gue adiknya kak Andi.”
Karina : “Loe lagi, loe lagi”
Anton : “Hehe, maafin gue ya gue gasengaja soal kemarin”
Karina : “Oke, gpp nyantai aja” (jawabnya santai)
Anton : “Trus, ngpain loe disini? Sekarang kan jam pelajaran?”
Karina : “Gue disuruh keluar, gara-gara gue tadi telat masuk kelas”
Anton : “Oh gitu! kayaknya kalo gue masuk kelas pasti disuruh keluar deh, soalnya kan gue telat juga.” (jawabku menghibur)
Karina : “Pastinya lah, temenin gue aja disini ton!”
Anton : “Eh loe kok tau nama gue, kita kan belum kenalan?” (jawabku bingung)
Karina : “loe adiknya Andi kan? Andi sering cerita kok tentang loe”
Anton : “Eh iya gue adiknya kak Andi.”
Akhirnya, aku mulai akrab dengan karina dan saat istirahat dan pulang pun kita bersama. Aku gak menyangka akan sedekat ini dengannya. Ternyata setelah dilihat-dilihat, Karina adalah cewek yg manis dan baik hati. Tanpa sadar pun saat sampai dirumah, aku lebih sering melamun dan berdiam diri untuk memikirkan dan membayangkan wajahnya. Dan . . .
Andi : “Woey Ton? Ngapain loe” (Mengagetkan)
Anton : “Eh sial! Ngagetin aja loe kak!”
Andi : “Hehe, gue mau minta maaf soal kemarin. Gue lebih sering ninggalin loe nih”
Anton : “Yah gapapa lah kak, lagian gue tau kok kalo loe lagi nunggu cewek yg loe bilang temen itu kan?” (ujarku menggoda)
Andi : “Eh loe tau darimana kalo temen gue cewek? Jangan sok tau deh”
Anton : “Udah deh ngaku aja loe kak, loe kan udah gede wajar kalo loe punya cewek. Dan loe harus kenalin ke gue”
Andi : “Oke . . Oke . gue ngaku, dan gue akan kenalin sama loe secepatnya”
Anton : “Ah, gue maunya besok!” (ujarku memaksa)
Andi : “Em, besok kita ujian kimia dalam satu ruangan lab kimia kan?”
Anton : “Iya, kenapa emang?”
Andi : “kalo loe penasaran sama cewek gue, leat aja sendiri besok waktu ujian. Dia duduk disebelah gue” (ujarnya sambil senyum dan wajah yang sangat meyakinkan)
Anton : “Eh sial! Ngagetin aja loe kak!”
Andi : “Hehe, gue mau minta maaf soal kemarin. Gue lebih sering ninggalin loe nih”
Anton : “Yah gapapa lah kak, lagian gue tau kok kalo loe lagi nunggu cewek yg loe bilang temen itu kan?” (ujarku menggoda)
Andi : “Eh loe tau darimana kalo temen gue cewek? Jangan sok tau deh”
Anton : “Udah deh ngaku aja loe kak, loe kan udah gede wajar kalo loe punya cewek. Dan loe harus kenalin ke gue”
Andi : “Oke . . Oke . gue ngaku, dan gue akan kenalin sama loe secepatnya”
Anton : “Ah, gue maunya besok!” (ujarku memaksa)
Andi : “Em, besok kita ujian kimia dalam satu ruangan lab kimia kan?”
Anton : “Iya, kenapa emang?”
Andi : “kalo loe penasaran sama cewek gue, leat aja sendiri besok waktu ujian. Dia duduk disebelah gue” (ujarnya sambil senyum dan wajah yang sangat meyakinkan)
Aku semakin penasaran dan tidak sabar menunggu ujian besok. Siapa sih cewek kak Andi? Kalo emang ia duduk disebelah kak Andi saat ujian, itu berarti ia adalah teman sekelasnya kak Andi. Terlintas dipikiranku untuk bertanya kepada Karina. Tetapi sebaiknya kuurungkan niatku itu. Karena ini adalah urusan ku dengan kak Andi. Malam ini adalah malam tahlilan ibuku, aku berharap ibu ku bisa melihat aku disini dan tersenyum bahagia karena aku dan kakakku baik-baik saja dan dapat saling melindungi satu sama lain.
Keesokan Harinya . . .
Pagi ini aku akan melaksanakan ujian praktik kimia di ruang lab yang sama dengan kakakku. Tanpa persiapan yang maksimal, aku tetap optimis dan positive thinking dalam mengerjakannya. Apalagi nanti aku akan bertemu dengan teman spesial kak Andi yang bisa dibilang mysterius itu, plus bertemu dengan gadis yang selalu ada dalam fikiranku . . Karina. Ya, seperti biasanya kami berjalan berangkat ke sekolah dan mengobrol cukup serius di perjalanan.
Andi : “Dik?”
Anton : “Apaan sih?”
Andi : “Gue pingin nanya nih sama loe!”
Anton : “Ya nanya aja kali kak.”
Andi : “Cita-cita kamu apa?”
Anton : “Tumben nanya cita-cita? Belom ada. Kakak sendiri?”
Andi : “Sama, belum ada. Tapi gue punya keinginan”
Anton : “Apaan tuh?”
Andi : “Hm. Gue pingin ngelihat laut dengan ombak yang berkejaran dipantai, ditemani dengan panas teriknya matahari yang menyengat kulit gue. Tapi sayang, sampai sekarang gue belum bisa pergi.”
Anton : “Hm. Cuma itu? Kalo gue pingin cepet-cepet nikah sama cewek idaman” (ujarku bercanda dan membuyarkan suasana serius)
Andi : “Hehe, dasar loe! Ayo percepat jalannya nanti telat.”
Anton : “Apaan sih?”
Andi : “Gue pingin nanya nih sama loe!”
Anton : “Ya nanya aja kali kak.”
Andi : “Cita-cita kamu apa?”
Anton : “Tumben nanya cita-cita? Belom ada. Kakak sendiri?”
Andi : “Sama, belum ada. Tapi gue punya keinginan”
Anton : “Apaan tuh?”
Andi : “Hm. Gue pingin ngelihat laut dengan ombak yang berkejaran dipantai, ditemani dengan panas teriknya matahari yang menyengat kulit gue. Tapi sayang, sampai sekarang gue belum bisa pergi.”
Anton : “Hm. Cuma itu? Kalo gue pingin cepet-cepet nikah sama cewek idaman” (ujarku bercanda dan membuyarkan suasana serius)
Andi : “Hehe, dasar loe! Ayo percepat jalannya nanti telat.”
Kami berjalan dan sesekali berlari mengejar waktu dan mencegah keterlambatan. Sesampai di kelas aku langsung menaruh tas di laci dan mengambil perlengkapan ujian praktik kimia kali ini. Tanpa basa-basi langsung saja kuberlari menuju ruang laboratorium kimia. Dan ternyata ruangan ini sudah ramai dan cukup penuh karena kelas 2 dan 3 bergabung mengikuti ujian ini. Mataku menatap setiap sudut ruangan lab guna mencari kakak dan karina. Mungkin karena ramai aku kesulitan untuk mencari keduanya. Tetapi sepertinya aku menemukan kak Andi yang sedang duduk di bangku belakang barisan kedua dari sebelah kiri. Ia duduk bersama seorang siswi dengan rambut panjang. Wajahnya menghadap ke arah kak Andi sambil memperhatikannya berbicara. Aku perlahan menghampiri, setelah cukup dekat aku dapat melihat jelas wajahnya. Aku cukup terkejut, tetapi juga senang dan sedih entah apa yang aku rasakan saat ini. Siswi itu Karina. Jadi, selama ini yang ditunggu kak Andi sebelum dan sepulang sekolah, yang menemaninya di kantin, yang membuatnya menjadi senyum-senyum sendiri? Adalah Karina!.
Nervous, Gugup, Grogi, Gemetar, dan apalah itu saat ini sedang kurasakan. Tetapi aku mencoba merubah suasana seperti tidak terjadi apa-apa. Aku berjalan membelakangi mereka dan duduk dibarisan depan. “Anton Gani Habsy?” Guru kimia tersebut memanggilku untuk maju kedepan. Ya, aku memang dipanggil pertama kali karena huruf abjad nama depanku adalah huruf vocal “A”. Sial! Aku maju dengan keadaan tubuh yang masih bergetar. Segera aku mengambil tulang-tulang ayam di dalam mangkuk yang sudah disediakan, kaki ini terasa sangat berat untuk melangkah. Lalu, aku mengambil cuka yang tersedia di rak atas nomer urutan ke 4 dari bawah. Lumayan tinggi, sehingga harus menjijitkan kaki ini. Rasanya aku ingin pingsan saja. Ku rentangkan tanganku yang masih bergetar untuk menjangkau cairan asam tersebut. Tetapi “byyuuurrr” pipet yang berisi cairan kimia itu tumpah kesamping sehingga menumpahkan mangkuk kecil berisi bubuk Natrium Nitrat jatuh kebawah dan mengenai mataku. “AAHHHHH PAANNAAS, SAAKIT” aku berteriak dengan sekuat tenaga dan meminta tolong. Aku merasakan panas dan sakit yang amat teramat sangat di dalam mataku. Apa yang terjadi? Semuanya menjadi gelap. Aku tidak sadarkan diri, entah berapa lama.
Beberapa Hari Kemudian . . .
Anton : “Dimana aku? Kenapa semua menjadi gelap?”
Karina : “Anton? Kamu sudah sadar?”
Anton : “Karina? Aku dimana sekarang? Lalu, dimana kakakku? Ada apa ini? Apa yg terjadi dengan mataku?”
Karina : “Tenanglah ton, kamu sedang di rumah sakit sekarang. Ada kerusakan pada sistem penglihatanmu. Jadi, untuk sementara kamu tidak bisa melihat sampai ada orang yg darmawan mendonorkan matanya untukmu.
Karina : “Anton? Kamu sudah sadar?”
Anton : “Karina? Aku dimana sekarang? Lalu, dimana kakakku? Ada apa ini? Apa yg terjadi dengan mataku?”
Karina : “Tenanglah ton, kamu sedang di rumah sakit sekarang. Ada kerusakan pada sistem penglihatanmu. Jadi, untuk sementara kamu tidak bisa melihat sampai ada orang yg darmawan mendonorkan matanya untukmu.
Anton : “Jadi sekarang aku buta?”
Semua terjadi begitu saja. Aku terpuruk dan sakit hati dengan semua ini. Lalu, dimana kakakku? Mengapa dia hilang begitu saja disaat aku sedang membutuhkannya. Satu minggu lebih aku dirawat di rumah sakit, hanya karina yg senantiasa merawatku sampai sejauh ini. Kelulusan sekolah sedang diumumkan hari ini. Aku berharap kak Andi menemuiku. Tetapi ia tidak menemuiku juga. Sampai kapan aku seperti ini?
2 Bulan Kemudian . . .
Karina : “Anton, aku ada kabar baik. Kak Andi mengirim surat untukmu”
Anton : “Kak Andi? Apa kau bertemu dengannya? Dimana dia sekarang?”
Karina : “Aku tidak bertemu dengannya tetapi aku diberi oleh seseorang dan katanya ini untukmu. Biar aku bacakan. “Untuk adikku Anton, sebelumnya maaf aku tidak bisa merawat dan menemanimu dengan keadaan mu yg sekarang. Aku tidak mungkin selamanya merawat orang buta. Itu hanya merepotkan bagiku. Untuk itu, aku pergi merantau mencari uang demi mewujudkan cita-citaku. Jaga dirimu dengan sebaik-baiknya”
Anton : “Kak Andi? Apa kau bertemu dengannya? Dimana dia sekarang?”
Karina : “Aku tidak bertemu dengannya tetapi aku diberi oleh seseorang dan katanya ini untukmu. Biar aku bacakan. “Untuk adikku Anton, sebelumnya maaf aku tidak bisa merawat dan menemanimu dengan keadaan mu yg sekarang. Aku tidak mungkin selamanya merawat orang buta. Itu hanya merepotkan bagiku. Untuk itu, aku pergi merantau mencari uang demi mewujudkan cita-citaku. Jaga dirimu dengan sebaik-baiknya”
Aku menangis mendengar Karina membaca surat itu. Aku marah dan kecewa kepada kak Andi. Tega-teganya ia berbuat sekeji ini. Sungguh lelaki yang tidak bertanggung jawab. Tetapi tuhan masih menyayangiku. Keesokan harinya ada seseorang yg sukarelawan mau mendonorkan matanya untukku. Aku sungguh tidak percaya dengan semua ini? Siapa dia? Mengapa dia rela melakukan ini untukku? Tetapi pihak rumah sakit merahasiakan identitasnya. Ini sungguh tidak masuk akal. Setelah aku melakukan operasi, mataku menjadi normal seperti dulu kala, aku sangat bahagia dan tidak akan pernah lupa dengan jasa karina selama ini. Aku akan melanjutkan sekolah di jenjang yang lebih tinggi.
Anton : “Karina, terima kasih untuk sejauh ini. Aku tidak tau nasibku bagaimana jika tak ada kamu.”
Karina : “Sudahlah ton, jangan difikirkan. Aku ikhlas menjaga dan merawatmu sampai kamu dapat melihat kembali seperti dulu kala.”
Karina : “Sudahlah ton, jangan difikirkan. Aku ikhlas menjaga dan merawatmu sampai kamu dapat melihat kembali seperti dulu kala.”
Perasaan cinta yang aku tanam dari dulu kini telah tumbuh kembali. Akhirnya, aku memberanikan diri untuk melamar karina. Dia adalah gadis pertama yang merubah semua kehidupanku menjadi lebih baik. Akhirnya, Karina menerima lamaran ku dengan senang hati. Setelah aku lulus kuliah, kami berdua menikah dan berbulan madu ke suatu tempat dengan pemandangan yang sangat indah. Suara ombak menabrak tebing, dan pasir putih yang begitu luas. Yah, pantai . . .
Anton : “Ini adalah pemandangan yang sangat indah”
Karina : “Kemarilah, aku ingin mengatakan sesuatu” (menarik tanganku dan duduk dipasir putih)
Anton : “Katakan saja” (sambil memandang laut yang begitu indah)
Karina : “Apa kamu masih ingat dengan Kak Andi?”
Anton : “Kenapa kamu membicarakannya, aku sudah lama melupakannya”
Karina : “Sebenarnya, kami dulu mempunyai hubungan spesial”
Anton : “Yah, aku tau. Lalu kenapa?”
Karina : “Kamu tidak pantas membencinya. Dialah orang yang rela mendonorkan matanya untukmu. Dia tidak sanggup melihat adik kesayangannya buta. Kak andi pergi setelah merelakan matanya untukmu dan berpesan kepadaku untuk senantiasa menjagamu. Katanya, lebih baik melihat kamu marah kepadanya daripada harus melihat kamu sedih. Sungguh perbuatan yang sangat mulia. Dan apa kau tahu, mengapa aku mengajakmu untuk berbulan madu disini?”
Anton : “Apa karena untuk mewujudkan mimpi Kak Andi yg ingin melihat laut dengan ombak yg berkejaran di pantai?”
Karina : “Ya, dengan matanya yg ada dirimu kamu bisa mewujudkan keinginannya. Lihatlah laut ini sepuasnya dengan menggunakan mata Andi yg sekarang menjadi matamu itu.”
Karina : “Kemarilah, aku ingin mengatakan sesuatu” (menarik tanganku dan duduk dipasir putih)
Anton : “Katakan saja” (sambil memandang laut yang begitu indah)
Karina : “Apa kamu masih ingat dengan Kak Andi?”
Anton : “Kenapa kamu membicarakannya, aku sudah lama melupakannya”
Karina : “Sebenarnya, kami dulu mempunyai hubungan spesial”
Anton : “Yah, aku tau. Lalu kenapa?”
Karina : “Kamu tidak pantas membencinya. Dialah orang yang rela mendonorkan matanya untukmu. Dia tidak sanggup melihat adik kesayangannya buta. Kak andi pergi setelah merelakan matanya untukmu dan berpesan kepadaku untuk senantiasa menjagamu. Katanya, lebih baik melihat kamu marah kepadanya daripada harus melihat kamu sedih. Sungguh perbuatan yang sangat mulia. Dan apa kau tahu, mengapa aku mengajakmu untuk berbulan madu disini?”
Anton : “Apa karena untuk mewujudkan mimpi Kak Andi yg ingin melihat laut dengan ombak yg berkejaran di pantai?”
Karina : “Ya, dengan matanya yg ada dirimu kamu bisa mewujudkan keinginannya. Lihatlah laut ini sepuasnya dengan menggunakan mata Andi yg sekarang menjadi matamu itu.”
Aku terkejut dan menangis. Mengapa kak Andi melakukan semua ini? Aku sungguh tidak percaya. Aku benar-benar tidak percaya. Hatinya sangat mulia. Lalu, dimana ia sekarang? Andai saja, dia ada disini. Tak lama kemudian karina mebuyarkan lamunanku dan membawakan selembar tissue untuk mengusap air mataku. Ia juga mengajakku untuk kembali ke hotel tempat kami beristirahat supaya keadaanku bisa menjadi lebih tenang. Dan, disaat aku menyebrang jalan aku bertemu seorang pengemis dengan mata buta. Teringat masa dulu kala, aku pernah berada diposisi itu.
Kuambil uang selembar seratus ribu didompet dan menghampiri pengemis itu.“ini pak! Ada sedikit uang untuk bapak.”Ujarku. Aku kembali ke istriku Karina dan berjalan menuju tempat peristirahatan. Tiba-tiba . . .
Karina : “Apa kau mendengar seseorang memanggilmu?”
Anton : “Tidak”
Karina : “Tetapi aku mendengar seseorang memanggil namamu”
Anton : “mungkin kau salah dengar. Sudahlah ayo cepat!”
Anton : “Tidak”
Karina : “Tetapi aku mendengar seseorang memanggil namamu”
Anton : “mungkin kau salah dengar. Sudahlah ayo cepat!”
Tak lama kemudian “Braakkkkk!!!”terjadi kecelakaan tepat di belakangku. Begitu banyak kerumunan orang. Karena aku dan karina merasa penasaran, kami ikut menghampiri. Ternyata, seorang pengemis tadi. Dan anehnya, ia memanggil-manggil namaku “Anton oh Anton” ujar pengemis itu dengan nafas yang tersengal-sengal dan wajah yg bercucuran darah.
Anton : “Darimana bapak tau namaku?” (berjalan menghampiri & memangku kepala pengemis itu)
Pengemis : “Apa kau benar-benar Anton?” (sambil tersenyum)
Anton : “Ya, namaku memang Anton” (sambil memandangi wajahnya yg sepertinya tidak asing bagiku)
Pengemis : “Tidak salah lagi, aku masih ingat dengan suara lembutmu saat kau memberikan uang kepadaku tadi. Oh Anton, adikku? Ini aku Andi kakakmu?”
Anton : “Apa? Kak Andi? Ini kau? Mengapa kau menjadi seperti ini kak? Aku sungguh menyayangimu” (menangis dan memeluknya)
Pengemis : “A ... kuuu ju . . ga menya . . yangi . . mu”
Pengemis : “Apa kau benar-benar Anton?” (sambil tersenyum)
Anton : “Ya, namaku memang Anton” (sambil memandangi wajahnya yg sepertinya tidak asing bagiku)
Pengemis : “Tidak salah lagi, aku masih ingat dengan suara lembutmu saat kau memberikan uang kepadaku tadi. Oh Anton, adikku? Ini aku Andi kakakmu?”
Anton : “Apa? Kak Andi? Ini kau? Mengapa kau menjadi seperti ini kak? Aku sungguh menyayangimu” (menangis dan memeluknya)
Pengemis : “A ... kuuu ju . . ga menya . . yangi . . mu”
Takdir berkata lain. Kak Andi meninggal didempat kejadian. Perasaanku hancur berkeping-keping. Andi kakakku telah meninggal, karenaku. Aku tidak tau harus bagaimana? Mengapa ia begitu sangat menyayangiku hingga rela memberikan sepasang matanya dan menjadi seorang pengemis seperti ini? Yang terjadi kepadaku tidak akan terjadi pada orang lain. “ANDI GUNAWAN” Selamat jalan kak, semoga kau bahagia di alammu. Aku tidak akan pernah melupakan jasa-jasa yang telah kau berikan. Kau adalah keluarga terbaikku.
SELESAI
Komentar
Posting Komentar